Berikut dibawah ini kami informasikan mengenai
Profil Serikat Petani Pasundan (SPP), yang mana didalamnya mencakup
Sejarah Singkat berdirinya Serikat Petani Pasundan (SPP),
Visi Misi SPP dan yang lainnya. Simak saja berikut dibawah ini.
A. Sejarah Singkat
A.1 Latar Belakang
Serikat Petani Pasundan (SPP) dideklarasikan di Garut pada tanggal 24 Januari 2000. Akan tetapi sejarahnya dapat dirunut sejak akhir tahun 1980-an saat mulai maraknya kembali gerakan protes petani dan kerja-kerja pendampingan yang dilakukan oleh kalangan mahasiswa dan pemuda. Yang melatarbelakangi berdirinya SPP adalah :
1. Mayoritas rakyat Indonesia hidup dari sektor agraria
“Bahwa mayoritas kehidupan masyarakat bangsa Indonesia dan …Tatar Pasundan hidup di pedesaan dengan bermata pencaharian sebagai petani atau pada sektor agraria...”
2. Perhatian dan kemampuan pemerintah untuk dapat menjamin perikehidupan rakyat khususnya petani sangat rendah
“..sementara disisi lain pemerintah menghadapi berbagai keadaan dan keterbatasan dalam memaksimalkan perannya dalam mengupayakan peningkatan kesejahteraan nasib petani dan nelayan atau masyarakat pedesaan. Hal ini bisa dilihat dari APBN dan APBD di masing-masing kabupaten….”
3. Terjadi ketimpangan penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber agraria.
“Adanya ketimpangan penguasaan pemilikan dan pemanfaatan sumber daya agraria seperti tanah, hutan, laut dan sebagainya...”
4. Ketidakadilan dalam penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber agraria telah meyengsarakan rakyat. Situasi ini menyebabkan merebaknya konflik-konflik sumber daya agraria
“…ketidakadilan dalam penguasaan, pemanfaatan dan pemilikan tanah serta berakibat bertambahnya beban kemiskinan petani dan masyarakat pedesaan lainnya. Yang selanjutnya mengakibatkan muncul berbagai konflik tanah antara pihak masyarakat versus perkebunan (PTPN dan swasta), (antara masyarakat dengan pihak kehutanan) Perhutani (Disbunhut, KSDA), atau perusahan swasta lainnya (program pembangunan Pemda atau Pusat, dan aktivitas atau instalasi militer), terlebih-lebih paska krisis ekonomi moneter dimana kemiskinan di desa semakin bertambah dengan kembalinya kaum urban kota kedesa, sebagai korban PHK atas bangkrutnya usaha sektor informal…”
5. Kebijakan di sektor agraria yang tumpang tindih
“Disisi lain kebijakan dibidang pertanian yang berlaku serta tumpang tindih aturannya yang selalu menyampingkan nasib petani...”
6. Sentralisme perumusan dan implementasi kebijakan
“Kebijakan tentang pemberian hak atas tanah baik perkebunan ataupun kehutanan masih tergantung pada kewenangan pusat…”
7. Perjuangan rakyat merebut haknya atas sumber-sumber agraria menghadapi tekanan yang sangat berat dari penguasa, pengusaha dan militer
“..menghadapi refresif (baca: represifitas) dan dianggap politis.”
8. Perjuangan rakyat (kaum) tani harus diorganisir
“…perjuangan petani atas tanah tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri tiap wilayah kabupaten… perjuangan tanah disamping makan waktu yang panjang dan membutuhkan biaya yang besar juga tidak sedikit…”
Secara ringkas konteks lahir dan tumbuhnya SPP didasarkan pada bacaan kondisi sosial, ekonomi dan politik di tingkatan masyarakat disatu pihak dan birokrasi pemerintahan di pihak yang lain, serta peluang-peluang bagi rakyat untuk mendorong terjadinya perubahan sosial di dalamnya.
“Pertama ada kondisi sosial di tingkat petani yang memiliki kepentingan-kepentingan pragmatis. Soal prioritas kebutuhan hidup yang jauh dari kelayakan juga penuh dengan represifitas. Secara sosial politik tidak ada pengakuan, eksploitasi, (dan) dikejar-kejar. Tanah negara banyak, dikuasai segelintir orang. Punya hukum yang jelas tapi dilanggar. Juga mengenai sumber informasi di desa yang dimonopoli pemerintah. Pimpinan pemerintah jelas sistematis melaksanakan penindasan terhadap rakyat.
…(dengan situasi seperti diatas) perubahan sosial itu tidak mungkin ada. Karena adanya penindasan dan potensi perubahan diserahkan kepada alam. Penindasan dibiarkan secara alami juga tidak ada perubahan karena sumber informasi dipegang oleh tiga pihak yang sudah direkayasa menjadi alat kekuasaan… (Berarti) perlu ada perubahan… (Sedangkan) di tingkat mahasiswa dan pemuda, muncul sikap hedonis, tidak perduli, masa depan tidak jelas dan tidak mungkin kuliah ke luar kalau tidak punya uang…(sehingga) di kota bagaimana membangun kader untuk merubah negara, (dan) di sisi lain melakukan perubahan sosial politik di desa…”
Singkatnya, ada kebutuhan dan kepentingan yang ‘tidak nyambung’ antara rakyat (keluarga petani) dengan penyelenggara negara. Akses terhadap sumberdaya agraria, informasi, pengambilan keputusan dan sebagainya sangat timpang. Sehingga perlu dilakukan upaya yang dapat mendorong terjadinya kondisi yang mampu merubah keterpurukan rakyat tadi, dengan membangun ‘kekuatan pelopor’ di kalangan petani maupun aktivis gerakan sosial dari kalangan terdidik lainnya.
Lewat ‘kekuatan pelopor’ ini kemudian dilakukan upaya penyebaran gagasan melalui berbagai bentuk kampanye dan pendampingan kepada kaum tani yang ternyata mampu menggugah kesadaran akan persoalan-persoalan yang selama ini telah membelenggu mereka, dan selanjutnya mendorong mereka untuk melakukan perlawanan.
Dalam posisi itu, rakyat memilih siapa yang harus jadi kawan. Di sinilah ketemunya petani dan pemuda. Pada awalnya hanya muncul kebutuhan yang bersifat prioritas, seperti hak untuk makan, dll. Sementara di mahasiswa muncul isu mengenai hak berekspresi, dll.”
Dari latar belakang dan konteks lingkungan kelahiran SPP tadi tergambar bahwa gerakan SPP dimulai dari bertemunya persoalan atau konflik penguasaan, pengelolaan dan kepemilikan sumber daya agraria khususnya di Kabupaten Garut, Tasik dan Ciamis yang mendorong munculnya perlawanan kaum tani dengan kepedulian dan keinginan untuk dapat mendorong terjadinya perubahan nasib petani dan masyarakat pedesaan di kalangan aktivis pemuda dan mahasiswa di ketiga daerah tadi.
A.2 Cita-cita Perjuangan
Wujud dari cita-cita itu berupa :
Menempatkan manusia khususnya kaum tani dalam harkat dan martabat yang sesungguhnya, yaitu sebagai ‘khalifah di muka bumi’, baik khalifah di depan manusia itu v sendiri, khalifah dalam menguasai sumber daya agraria, dan khalifah dalam konteks membuat dan melaksanakan kebijakan. Perjuangan SPP adalah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat khususnya di pedesaan, baik secara ekonomi, sosial dan politik.
“…(adanya jaminan) kelayakan makan, kelayakan punya alat produksi, kelayakan hidup secara sosial politik, kepemimpinan dan lain-lain… yang semuanya itu terorganisir”
mengembangkan keanggotaan, upaya pendidikan, kesehatan, jaringan ekonomi, dan dapat mengambil peran politik yang signifikan ...”
Cita-cita besar tadi tentunya perlu didukung oleh kesiapan organisasi dan anggota dalam sikap, wawasan dan ketampilan yang diperlukan bagi terciptanya kondisi subyektif yang memadai agar mampu bertahan, memperbesar daya dobrak dan membangun tatanan ekonomi, sosial dan politik yang lebih baik. Untuk itu SPP mengembangkan kredo (nilai-nilai) perjuangan dan keorganisasian yang termuat dalam 9 Kewajiban
Anggota SPP, yaitu :
- Wajib memiliki rasa solidaritas baik sesama anggota maupun sesama manusia tanpa memandang suku.
- Wajib mengikuti dan membangun sikap bergotong royong.
- Wajib ikut melaksanakan musyawarah dalam pengambilan keputusan organisasi.
- Wajib iman dan takwa terhadap Allah SWT.
- Wajib menjaga lingkungan hidup dan kelestarian alam.
- Wajib berjuang untuk mendapatkan kesejahteraan dan kehidupan yang layak.
- Wajib menjadi pemimpin masyarakat yang arif dan bijaksana.
- Wajib mencari ilmu dan membangun kepintaran dan kecerdasan.
- Wajib memperjuangkan kebenaran dan keadilan yang hakiki.
B. Visi, Misi, Sasaran dan Strategi
Visi SPP :
Membangun tatanan kehidupan sosial ekonomi politik yang dilandasi prinsip dan nilai-nilai kemanusiaaan, keadilan dan ketuhanan.
Misi SPP :
1. Menciptakan anggota SPP menjadi agen perubahan sebagai pelopor bagi perbaikan di wilayahnya masing-masing, termasuk perbaikan ke dalam dirinya yaitu perbaikan kesejahteraan ekonomi, politik dan sosial.
2. Membangun partisipasi aktif dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan politik terutama di tingkat desa.
3. Memelihara fungsi optimalisasi lingkungan hidup sebagai pemenuhan kebutuhan manusia dan ekosistem lainnya secara adil, layak dan berkelanjutan.
Berdasar Profil Organisasi SPP,
Strategi dan Program SPP dirumuskan sebagai berikut:
1. Pemanfaatan (dan) pengelolaan atas pemilikan tanah atau sumber daya agraria lainnya secara layak,berkeadilan dan berkelanjutan.
2. Pemeliharaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya lingkungan hidup lainnya agar tetap memberikan pemenuhan bagi kehidupan rakyat dan mahluk hidup lainnya secara layak dan berkelanjutan.
3. Penguatan SDM petani, nelayan, masyarakat adat (dan) masyarakat agraria lainnya melalui organisasi yang demokratis, (serta mengembangkan nilai-nilai) kesetaraan, partisipatif, transparan dan mandiri.
4. Menumbuhkan kepemimpinan rakyat yang mandiri kreatif, cerdas, koopertif, penuh percaya diri, bertanggung jawab serta beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME.
5. Berpartisipasi aktif dalam membuat tatanan kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang berperikemanusiaan, berkeadilan, gotong royong dan berketuhanan.
6. Berpartisipasi aktif dalam pembangunan pedesaan yang mandiri dan berkesejahteraan.
7. Penumbuhan dan penguatan kapasitas organisasi tani yang mandiri dan demokratis.
8. Memperkuat gerakan tani dan gerakan agraria bersama dengan organisasi tani lainnya yang sevisi.
9. Membangun institusi kepemimpinan rakyat.
10.Penataan produksi, membangun dan memperkuat institusi (atau) organisasi-organisasi tani lokal.
Jelasnya, strategi perjuangan yang coba dibangun oleh SPP dalam upaya mewujudkan visi misinya ini tergambar dalam tahapan perjuangan sebagai berikut:
Tahapan pertama (pada) jaman (rezim) Soeharto, SPP menganggap pemerintah adalah sumber bencana dan kesadaran yang ada adalah kesadaran tidak percaya kepada pemerintah. Kesadaran bahwa pemerintah adalah hal yang menindas dan merugikan rakyat. Maka kemampuannya adalah kemampuan mengkritisi dan kemampuan bertahan. Mengkritisi atas segala tindakan, ucapan, program pemerintah serta mempertahankan diri dari tindakan pemerintah. Bentuknya bagaimana rakyat bisa bersatu, bersolidaritas, tidak berhubungan secara fisikly dengan pemerintah dan meminimalisir ketergantungan terhadap pemerintah.
Tahapan kedua adalah bagaimana merekrut orang-orang yang bisa menaklukan pemerintah, simbol sosial, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Bersembunyi di balik itu dan masuk ke dalam (berbagai) organisasi formal, misalnya mendirikan (baca: terlibat di) berbagai ormas-ormas pemuda yang ada saat itu. Sedangkan di desa, bagaimana dapat masuk ke koperasi atau KUD-KUD. Jadi masuk ke dalam koridor-koridor yang disediakan oleh pemerintah (sebagai) proses mempengaruhi dari dalam.
Tahapan ketiga adalah perebutan, yang dilakukan dengan merebut posisi-posisi strategis di desa. Ketika mendengar otonomi daerah, jauh-jauh hari sudah disiapkan peran di BPD. Desanya dikontrol untuk tunduk kepada BPD kalau tidak kita usir dan ganti… di SPP, BPD ini merupakan sub organisasi yang melakukan pemerintahan tandingan di tingkat desa. Keputusan-keputusan itu dibuat oleh SPP. … (sehingga dapat) menguasai kebijakan di dalam mengontrol. Penguasaan lahan lebih pada pertahanan kalau sekarang karena kita periode penguasaan lahan sudah dianggap selesai bagi yang lama. Bagi yang baru masih melakukan ekspansi (upaya reklaiming)… Bagi SPP, saat ini pemerintah lebih ditempatkan sebagai rival.”
E. Program Kerja
SPP tidak membuat atau memiliki suatu rangkaian
strategic planning dengan ukuran waktu dan parameter-parameternya secara utuh. Program kerja SPP dibahas dan dievaluasi pada forum pertemuan bulanan dan 3 bulanan organisasi. Akan tetapi SPP telah menetapkan Program Kerja Strategis Ke Depan sebagai acuan bagi program-program jangka pendek tadi, sebagai berikut :
- Penumbuhan dan penguatan Organisasi Tani yang mandiri dan demokratis.
- Penumbuhan dan penguatan pimpinan Organisasi Tani agar sejajar dengan pimpinan organisasi sosial politik lainnya.
- Memperkuat gerakan tani dan gerakan agraria bersama dengan organisasi tani lainnya yang sevisi.
- Membangun Institut Kepemimpinan Rakyat (IKR).
- Membangun dan memperkuat institusi ekonomi di masing-masing OTL.
- Penguasaan sumber daya alam secara layak dan berkelanjutan.
- Penataan produksi.
- Pengembangan keswadayaan.
- Pendidikan demokrasi.
- Penumbuhan kepemimpinan.
- Penguatan jaringan.